Geneologi dan Silsilah



Genealogi yang berasal dari perkataan Yunani itu terdiri daripada genos, artinya keluarga ( family) dan logos, rtinya teori (theory). Sementara itu, perkataan silsilah yang sering dijadikan padanan katanya itu dipinjam daripada bahasa Arab. Perkataan genealogi mempunyai batasan dan lingkup lainnya, selain sebagai silsilah. Batasan-batasan itu mempertajam perbezaan artinya dengan silsilah.

Dari segi yang tertentu, genealogi yang disebut juga sebagai ilmu keturunan adalah ilmu tentang hubungan antara individu yang berdasarkan keturunan. Implikasi di sebaliknya adalah yang lebih muda itu berasal dari yang tua. Kesedaran mengenai asal usul atau keturunan itu telah timbul dan berlangsung sejalan dengan perkembangan dan penyebaran manusia.

Kini, kesedaran itu semakin nyata pada saat munculnya persoalan tentang pewarisan, hak dan hukum. Dalam soal warisan, baik yang berupa harta mahupun kuasa, ataupun perkembangan aturan yang tertentu, pembentukan asas primogeniture (putera lelaki sulung) setelah memudarnya pola primus inter pares menjadi sangat penting.

Dalam dunia hukum, sangat jelas bahawa ikatan keluarga, terutamanya melalui perkahwinan, akan menentukan hak dan kewajiban seseorang tentang kepemilikannya dan pewarisannya.

Perhatian terhadap kajian geneologi mula diberi dan diangkat J. Ch. Gatterer (1727-1799) dengan kajian ilmiah tentang masalah pokok geneologi telah diberi O. Lorenz pada tahun 1898 (Gazalba 1966).Batasan lain genealogi adalah kajian mengenai hubungan keluarga dan pola yang diikuti kembali ke masa lalu (Wolf 1973).

Melalui genealogi, dapat disusuri kembali asal usul keturunan ke masa lalu dengan tiga cara: ranji (register keturunan), silsilah (kwartierstaat) dan campuran kedua-duanya.

Ranji menceritakan tentang anak cucu dari sepasang suami isteri (Gazalba 1966). Dalam masyarakat di negara barat, ranji memuat maklumat keturunan berdasarkan sistem patrilineal, maka menggunakan nama keluarga yang sama dengan bapa sejak Zaman Pertengahan. Dalam sistem masyarakat matrilineal pula, ranji disusun mengikut nama ibu.

Di zaman feodal, silsilah memainkan peranan penting dalam menentukan kehidupan sosial dan politik, tidak kira di Eropa atau tempat lain, dalam arti kata asal usul keturunan dan keluarga lah yang menentukan kedudukan individu dalam masyarakat. Dari segi itu, silsilah mempunyai fungsi dan makna yang penting dalam memberi legitimasi, terutamanya dari segi kuasa.

Raja di Cina, Jepang, Tanah Melayu dan Indonesia masa lampau mengaitkan jurai silsilah mereka dengan dewa-dewa dan nabi.

Sehubungan itu, silsilah raja di Bima, Nusa Tenggara Barat, dikaitkan dengan dewa-dewa yang disebut dalam manuskrip Bima sebagai Mbo (Mahyudin & Nurbaiti 1984). Sementara itu, silsilah raja-raja Melayu pula dikaitkan dengan Alexander the Great atau lebih dikenali di Nusantara sebagai Iskandar Zulkarnaen, dari Makedonia.

Mahyudin & Nurbaiti (1984) menambah bahawa catatan silsilah dalam kesusasteraan Arab adalah untuk memelihara kemurnian asal usul keluarga di raja, lebih-lebih lagi untuk mencegah perkahwinan antara keluarga sendiri (endogami) dan juga sumbang mahram dan merumuskan:

Pada mulanya silsilah bersifat sederhana sekali, hanya berbentuk garis keturunan yang disusun, seperti syajarah (pohon). Tetapi suatu silsilah dapat pula berisi keterangan atau informasi yang lengkap mengenai tanggal lahir, tanggal wafat, sifat-sifat seorang, asal sukunya di mana dia dikuburkan, mazhabnya dan isteri serta anak-anaknya.

Ciri utama silsilah adalah jurai keturunan yang biasanya bersifat linear: menghubungkan seorang dengan orang yang lain. Sistem kekerabatan dijelaskan dalam antropologi dengan “pria” diberikan tanda O>, dan “perempuan” (isteri) diberikan tanda O+, atau tanda “telah berpulang” (+).

Selanjutnya, silsilah disusun dalam bentuk tata urutan dengan nama-namanya yang biasanya diberi nombor yang berurutan sebagai gambaran suksesi pada keluarga monarki. Jurai keturunan itu disampaikan dalam bentuk cerita, tidak kira di Nusantara atau tempat yang lain adalah untuk kepentingan legitimasi kuasa.

Dari segi itu, legitimasi kuasa raja yang memerintah sangatlah penting dan juga diutamakan dalam cerita yang dikarang dari masa ke masa.

Manfaat Mengenal Silsilah

“Pentingkah Memahami Silsilah Keturunan?”

Suatu ketika ada seorang anak lelaki yang memutuskan kuliah ke luar kota namun tetap dalam satu provinsi. Ia memutuskan untuk kuliah dan belajar hidup mandiri dengan hidup berjauhan dengan orang tua. Beberapa tahun lamanya di tempat kuliah, ia bertemu dengan banyak teman dan kenalan baru. Termasuk bertemu dengan seorang gadis yang membuatnya jatuh cinta. Perkenalan pun berlanjut tahap demi tahap hingga mereka menjalin hubungan bak sepasang kekasih. Mereka saling mencintai satu sama lain.

Beberapa waktu kemudian saat liburan, si anak membawa si gadis yang menjadi kekasihnya itu pulang kerumah dengan maksud mengenalkannya kepada orang tua. Orang tua si anak terlihat terbuka dan menerima kedatangan dan maksud baik anaknya itu. orang tua si anak mengajak si gadis bercerita banyak hal termasuk keluarga dan orang tuanya. Alangkah terkejutnya orang tua pemuda tersebut ternyata keluarga si gadis mempunyai hubungan kekerabatan dengan keluarganya.

Alhasil, tentu hubungan mereka tidak bisa dilanjutkan. Ternyata mereka memiliki hubungan kekerabatan yang tak akan bisa disatukan menjadi suami istri. Jika mereka tetap melakukannya tentu akan mendapat sanksi sosial dari adatnya. Padahal mereka sudah saling mengasihi. Ternyata hubungan mereka harus dikandaskan lantaran ternyata mereka itu berkerabat. Itu semua terjadi akibatnya kurangnya pemahaman dan pengetahuan dari masing-masing anak tentang silsilah keluarga dan kekerabatannya sendiri. untunglah mereka belum melakukan hal macam-macam dan belum melangkah ke tahap yang lebih serius. Jika sampai dilakukan, bayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya!

———————————————————————-

Dari kisah diatas, apa yang bisa kita ambil pelajaran? Ternyata begitu pentingnya bagi kita semua untuk mengetahui dan memahami silsilah keluarga kita sendiri. penting bagi kita untuk memiiliki pengetahuan mengenai hubungan kekerabatan dan pertalian darah antara kita dan kerabat kita di luar sana.

Dalam budaya masyarakat Minangkabau, sesuai dengan pengamatan saya selama ini hal ini amat ditekankan sekali. Hubungan kekerabatan antar sesama anggota keluarga sangat dijaga. Setiap keluarga akan mengenalkan anggota keluarganya dengan anggota keluarganya yang lain. Misalkan saat momen hari raya dan acara-acara penting seperti upacara pernikahan, kematian dan upacara adat lainnya, setiap keluarga akan memberi pemahaman kepada keluarganya bahwa mereka memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga tersebut dan semacamnya.

Sehingga anggota sebuah keluarga akan paham mengenai silsilah keturunannya. Saudara dari orang tuanya, kerabat dari orang tuanya, saudara dari orang tua dari orang tuanya sendiri, kerabat dari orang tua dari orang tuanya dan seterusnya keatas dan kebawah. Sesuai dengan garis keturunan, pertalian darah dan hubungan kekerabatan.

Tidak hanya itu, termasuk dalam contoh kasus diatas tadi. Bahwa biasanya keluarga akan memberi tahu anggota keluarga atau kerabatnya yang berada di luar daerah. Sehingga saat anggota keluarganya berada di luar daerah yang di daerah tersebut terdapat kerabatnya maka mereka bisa tetap menjalin hubungan baik sesama anggota keluarga.

Sebenarnya begitu penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami silsilah kelurga dan hubungan kekerabatan kita. Banyak manfaat dan hal penting lainnya yang akan kita peroleh, dintaranya:

1. Menjaga hubungan baik sesama anggota keluarga.

Dengan mengetahui silsilah keluarga kita bahwa kita memiliki hubungan dengan keluarga yang lain. Dengan begitu tentu akan berusaha untuk menjaga hubungan tetap harmonis dan terjaga baik.

2. Memberi dukungan di saat susah dan berbagi kebahagian di saat suka.

Dengan mengetahui bahwa kita memiliki saudara dan kerabat tentu kita dapat berbagi suka dan suka bersama mereka. Begitu pun sebaliknya, mereka juga bisa melakukan hal yang sama. Sehingga dengan demikian kesedihan dan kebahagiannya kita bisa lebih bermakna.

3. Menghindarkan kejadian akibat miss communication.

Contoh kasus diatas tadi merupakan kasus akibat kurangnya komunikasi antar sesama anggota kelurga. Sehingga masing-masing anggota keluarganya tidak memahami secara baik hubungan kekerabatannya dengan anggota keluarganya yang lain yang berada di tempat yang terpisah jauh.

4. Menyadari bahwa kita tak sendiri.

Dengan mengetahui hubungan kekerabatan dan tali persaudaraan antara masing-masing pihak tentu ia sadar bahwa selama ini ia hidup tidak hanya sendiri. bahwa ia ternyata memiliki banyak orang yang memiliki kaitan dan hubungan dengan keluarganya.

5. Menghindari terjadinya sikap individualistik.

Akibat gaya hidup urban yang terjadi saat ini membuat masyarakat bersikap lebih individualistik. Sikap seperti tidak hanya terjadi di masyarakat yang hidup di perkotaan namun juga yang hidup di kampung. Namun hal tersebut masih bisa dicegah dengan cara menjaga hubungan dengan sesama kerabat yang kita miliki.

6. Melestarikan garis keturunan.

Dengan memiliki pengetahuan terhadap hubungan kekerabatan maka hal tersebut mampu menaga dan melestarikan silsilah keturunan kita. Sehingga tak ada istilahnya telah terputusnya garis keturunan dari sebuah anggota suku atau adat. Dengan demikian tentu garis keturunan kita akan terpelihara dengan baik dan aman.

Dari poin-poin diatas maka kita dapat mengetahui bahwa memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang keturunan dan kekerabatan adalah hal yang amat penting. Selain poin diatas ada banyak poin lain sebenarnya. Jika kurang, silahkan anda tambahkan sendiri di kolom komentar.

Jadi intinya… sangat penting bagi kita semua untuk memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang garis keturunan, kekerabatan dan tali persaudaraan yang melekat dalam kehidupan kita di masyarakat. Oke… ^_^

Memahami Silsilah Keluarga

Istilah “silsilah” niscaya memberikan asosiasi kepada nama-nama raja dengan leluhur serta keturunannya. Padahal, hubungan silsilah adalah milik semua orang. Setiap orang dapat menyusun silsilahnya sendiri, misalnya mulai dari buyut – bapak kakeknya – sampai pada buyut – anak cucunya. Masing-masing disertai dengan nama saudara-saudaranya serta anak cucu mereka. Niscaya silsilah itu akan merupakan batang pohon yang rindang, apalagi kalau masing-masing orang mempunyai banyak anak.

Dalam setiap bahasa, setiap hubungan antara keluarga dalam silsilah niscaya ada namanya yang khusus. Dalam bahasa Indonesia yang saya ketahui, ke atas silsilah mentok pada “buyut”. Saya tidak tahu disebut apa ayah dan kakek buyut dalam bahasa Indonesia atau bahasa Melayu. Secara umum ada kata moyang atau nenek moyang. Kata moyang menurut KBBI berarti “nenek (ayah, ibu, dsb.); leluhur”. Tidak jelas artinya apa. Dalam KUBI (Badudu-Zain), moyang diartikan “orang tua kakek atau nenek; nenek moyang, para leluhur yang sudah meninggal; semua datuk yang terdahulu”. Dalam kedua kamus itu, ada buyut. KBBI menerangkan buyut sebagai “1. ibu dr nenek (urutannya: bapak/ibu, nenek, buyut. 2. anak dr cucu”. Sementara KUBI menerangkan buyut sebagai “1. ibu dr nenek, 2. anak dr. cucu.”

Yang menarik ialah bahwa kedua kamus itu menerangkan arti buyut sebagai “ibu dari nenek”. Menarik karena keduanya tidak menyebut tentang “ayah dari nenek atau kakek”. Apakah dengan demikian buyut itu hanya berarti “ibu dari nenek”, sedang ayah dari nenek tidak? Bagaimana dengan “ibu dari kakek”? Tidak termasuk buyut jugakah? Apakah ada sebutan khusus yang lain untuk “ayah dari nenek” dan “ibu dari kakek”?

Dalam Kamus Dewan yang disusun oleh Dr. Teuku Iskandar (cetakan kedua, Kualalumpur, 1984), lema buyut diartikan “orang tua atau ibu kpd moyang (yakni datuk kpd datuk)”. Sementara lema moyang diartikan sebagai “bapak atau ibu kpd datuk, nenek bapak atau ibu” sementara “nenek-moyang” diartikan sebagai “datuk-datuk sebelum kita, leluhur”.

Perkataan datuk tidak begitu populer di Indonesia kecuali bagi orang-orang Sumatra. Menurut KBBI, datuk adalah “bapak dr orang tua kita; kakek, aki” sedangkan menurut KUBI, datuk adalah “nenek laki-laki (nenek moyang)”. Dalam Kamus Dewan, datuk diartikan “bapak kpd ayah dan ibu seseorang”.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menurut ketiga kamus itu, datuk sama dengan kakek. KBBI menyebut aki (dari bahasa Sunda), demikian juga Kamus Dewan dalam keterangannya terhadap datuk sebagai panggilan, menyebut aki juga.

Oleh karena itu, jelas bahwa dalam bahasa Indonesia dan Melayu sebutan silsilah ke atas hanya sampai buyut – itu pun kalau kita tidak mempertimbangkan kemungkinan istilah buyut baru masuk kemudian sebagai pengaruh dari bahasa Sunda (atau lainnya). Bahasa Indonesia, begitu juga bahasa Malaysia, tidak mempunyai istilah untuk menyebut orang tua buyut dan ke atasnya. Dalam bahasa Sunda (yang saya tahu), orang tua buyut disebut bao dan orang tua bao disebut jangga atau canggah dan di atasnya disebut jangga wareng atau canggah wareng. Di atas jangga wareng masih ada udeg-udeg dan kait siwur. Menurut R.A. Danadibrata, dalam Kamus Basa Sunda (Bandung, 2006), di atas canggah wareng masih ada udeg-udeg, gantung siwur, gerpak, tambak galeng, dengdeng, gumbleng, dan amleng.


Akan tetapi, kecuali ke atas dan ke bawah, ke samping juga silsilah masih ada namanya. Adik ayah dan ibu disebut paman (kalau laki-laki) atau bibi (kalau perempuan). Dalam bahasa Melayu disebut pakcik (kalau laki-laki) dan makcik (kalau perempuan). Akan tetapi, makcik tidak masuk lema Kamus Dewan, walaupun tercantum dalam KBBI dan KUBI. Buat kakak ayah dan ibu dalam bahasa Melayu tidak ada sebutan yang umum. Mereka disebut sesuai dengan kedudukannya dalam urutan persaudaraan dengan ayah atau ibu, misalnya pak long (sulung), pak ngah (tengah), pak teh (adik kelima atau keenam ayah atau ibu). Sebutan uak (k-nya tidak diucapkan) adalah pinjaman dari bahasa Sunda ua. Istilah pakde yang tercantum dalam KBBI merupakan pinjaman dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa sebenarnya ada juga sebutan khusus kepada kakak perempuan bapak atau ibu, ialah bude. Kata itu juga menjadi lema KBBI.

Anak-anak saudara ayah atau ibu disebut saudara sepupu atau misan. Menurut KBBI, saudara misan dalam masyarakat Sunda adalah saudara senenek, sedangkan dalam masyarakat Jawa adalah saudara sebuyut. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia biasanya diartikan saudara sepupu (satu nenek atau kakek).

Istilah kemenakan digunakan untuk menyebut anak saudara. Istilah keponakan dipinjam dari bahasa Jawa atau bahasa Jakarta. Digunakan baik untuk menyebut anak kakak ataupun anak adik. Hal itu berlainan dalam bahasa Sunda. Anak kakak disebut alo sedangkan anak adik disebut suan.


Juga nama-nama keturunan dalam bahasa Indonesia mentok sampai buyut, baik ke atas maupun ke bawah, sedangkan dalam bahasa Sunda bisa sampai kait siwur bahkan sampai amleng. Akan tetapi, saya kira hampir tidak ada orang yang mencatat silsilahnya sampai sejauh itu. Berlainan dengan orang Arab yang merasa bangga menyebut nama nenek moyangnya setinggi mungkin, bangsa kita umumnya sudah merasa puas kalau tahu nama buyutnya.